MAKALAH TAMAS
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Mejejaitan di Bali
berhubungan erat dengan upacara keagamaan yang sering digelar di Bali, dalam
pembuatan sarana upacara yadnya yang dominan dibuat dari busung (janur), kalau
kita perhatikan hampir setiap hari terutama para kaum Ibu mempersembahkan
upacara yandnya atau perembahyangan. Orang-orang terkadang berpikiran semakin
simple saja, pada saat upacara-upacara tertentu seperti saat Purnama, Tilem,
Kajeng Kliwon yang datangnya setiap 15 hari sekali dalam sebulan, lain lagi
hari suci lainnya yang sering diperingati oleh umat Hindu sebagai
persembahyangan kepada Tuhan Tang Maha Esa, dengan manifestasi yang
berbeda-beda, mereka cukup membeli ke pasar-pasar tradisional yang bisa
ditemukan dengan mudah. Fenomena ini akan menyebabkan semakin pudarnya
kemampuan remaja putri Bali untuk memiliki kemampuan membuat banten. Usaha yang
bagus juga dari instansi pendidikan terutama dari sekolah, mengajarkan membuat
sarana banten dari kecil, nah peran aktif orang tua sangat diharapkan untuk
mendukung semua ini, karena keperluan bebantenan yang paling banyak adalah di
rumah. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, secara otomatis kita tidak
melakukan pembelajaran kepada anak-anak kita terutama remaja putri, pikiran
yang praktis dan simpel membuat mereka akan tidak paham, bahkan tidak mengenal
apa itu mejejaitan, ini sangat disayangkan, terus ini salah siapa? Kalau semua
seperti ini siapa generasi penerus yang akan melanjutkan kebudayaan ini?
Peradaban boleh saja berubah dengan transisi jaman yang terus menggelinding,
tapi kepercayaan beragama, budaya, adat dan tradisi haruslah tetap ajeg.
Realita seperti ini sangat sering kita temukan di wilayah perkotaan, ada orang
yang sudah berkeluarga tidak bisa membuat banten dan lebih sering mereka membeli
secara praktis di pasar tradisional. Parahnya lagi sekarang sudah banyak
ditemukan pedagang banten yang bukan asli penduduk Bali, tetapi penduduk
pendatang. Masak dalam hal membuat banten juga kita dikalahkan oleh penduduk
pendatang? Kalau terus seperti ini Bagaimana nasib budaya Bali selanjutnya?
Disamping itu juga Bagi remaja putri, pada saatnya nanti menikah, ada
kemungkinan akan merasakan suatu rasa kecil hati (minder) di saat tempat rumah
suami nanti, sang mertua pintar mejejaitan sedangkan sebagai menantu tidak
bisa. Untuk itu budaya ini jangan dihilangkan. Karena mejejaitan itu seperti
sebuah terapi pikiran, pada saat pembuatan jejaitan yang berisi goresa-goresan
pada janur, kita harus berkonsentrasi, agar apa yang kita buat bisa tampil
bagus, benar dan mempunyai nilai seni. Secara tidak langsung pikiran kita
terpusat kepada satu objek, yaitu benda di tangan kita, tidak ada pikiran lain,
keruwetan masalah sirna saat itu, seperti sebuah meditasi yang bisa menenangkan
pikiran, apalagi kita buat untuk sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widi
Wasa. Dalam aktifitas mejejaitan bersama keluarga, ada konsep kebersamaan,
duduk bersama, selain orang tua bisa lebih dekat berkomunikasi dengan anak,
merekatkan hubungan keluarga, mengajarkan mereka nantinya bersosialisasi saat
ada upacara keagamaan, karena di Bali dikenal dengan gotong royong (ngoopin) ke
rumah tetangga atau di banjar. Ada perasaan bangga dan suatu kelebihan jika
anak-anak remaja bisa mejejahitan. Sehingga sedikitnya kita bisa mendukung ajeg
Bali yang kita dengung-dengungkan. Ajeg Bali ini akan tetap menjaga citra Bali
yang tetap berakar kepada kearifan lokal, budaya dan tradisi, sehingga tidak
terpangaruh dengan perkembangan negatif dari wisata Bali yang mungkin dibawa
orang asing. Walaupun memang kita akui pada saat-saat keperluan upacara
tertentu kita harus membeli banten, karena kemampuan kita tidak mencukupi, tapi
toh itu tidak sering. Yang terpenting rutinitas kita sebagai warga hindu yang
identik dengan mejejaitan agar terus bisa ajeg. Janganlah semua dengan harta
materi bisa dibuat praktis, pikirkan juga nilai positif dan negatifnya.
1.2.Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas dapat saya simpulkan rumusan masalah yang akan saya bahas dalam
makalah ini, yaitu :
1.2.1. Apa
Pengertian Tamas ?
1.2.2. Apa
Saja Alat dan Bahan Dalam Pembuatan Tamas ?
1.2.3. Bagaimana
Cara Pembuatan Tamas ?
1.3.Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini, yaitu :
1.3.1. Untuk
Mengetahui Pengertian Tamas.
1.3.2. Untuk
Mengetahui Alat dan Bahan Dalam Pembuatan Tamas.
1.3.3. Untuk
Mengetahui Cara Pembuatan Tamas.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Tamas
Tamas adalah sarana atau
wadah yang digunakan sebagai tempat buah/jajanan yang akan dipersembahkan
kepada Ida Sang Hyang Widhi pada saat
upacara berlangsung.
2.2.Alat
dan Bahan Untuk Membuat Taledan
A.
ALAT
1) Pisau,
2) Semat,
dan
3) Kacip
B.
BAHAN
1) Janur
yang sudah tua
2.3.Cara
Membuat Tamas
a.
Pilih janur/selepaan yang bagus,
b.
Potong kurang lebih 15 cm secukupnya,
c.
Kaitkan janur yang sudah terpotong sampai
berbentuk lingkaran,
d.
Kemudian, jika sudah berbentuk lingkaran
penuh, lalu tekuk semua ujung janur berukuran setengah telenjuk,
e.
Kemudian ambil satu janur yang masih utuh
lalu kaitkan diujung janur yang sudah tekuk tadi,
f.
Kaitkan menggunakan semat sampai janur
yang utuh tersebut melingkar,
g.
Dan tamaspun siap dipakai.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Tamas adalah sarana atau
wadah yang digunakan sebagai tempat buah/jajanan yang akan dipersembahkan
kepada Ida Sang Hyang Widhi pada saat
upacara berlangsung.
Dalam membuat sebuah
tamas dibutuhkan bahan – bahan dan peralatan, yaitu : Pisau, Semat, dan Kacip. Sedangkan bahan yang dibutuhkan, yaitu
: Janur yang sudah tua.
Setelah alat dan bahan
terkumpul proses selanjutnya yaitu proses pengerjaan/pembuatan tamas, tiap
langkah harus kita kerjakan dengan benar agar tamas yang kita buat terlihat
bagus dan bisa digunakan.
3.2.
Saran
Saran yang dapat saya
sampaikan melalui makalah ini, yaitu sebagai generasi muda seudah seharusnya
kita bisa melestarikan adat dan budaya kita di bali salah satunya adalah jejahitan,
melalui makalah ini saya harap para pembaca bisa lebih mengetahui bagaimana
cara membuat tamas dan bisa lebih mengerti bagaimana proses pembuataannya.
Komentar
Posting Komentar